Pertama kali saya membaca tulisan Puthut EA
yaitu di buku kumpulan cerpen pilihan Kompas. Judul cerpennya “Ibu Pergi ke
Laut”. Saya menyukai cerpen itu. Sejak saat itu pula saya tertarik untuk
membaca tulisan-tulisan Puthut yang lain. Lalu, saya pun berkesempatan membaca
buku-bukunya yakni Kupu-kupu Bersayap Gelap, Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta,
Seekor Bebek Yang Mati di Pinggir Kali, hingga Para Bajingan Yang Menyenangkan.
Untuk yang terakhir, saya baru saja menamatkan membacanya dan akan saya coba
ulas di tulisan ini.
Berbeda dengan buku-buku Puthut yang pernah
saya baca, buku ini diambil berdasarkan kisah nyata. Cerita tentang masa muda
Puthut bersama sahabat-sahabatnya semasa menjadi mahasiswa. Jangan berharap
bahwa buku ini akan memberikan kita kisah tentang mahasiswa teladan atau
hal-hal yang menginspirasi anak muda. Tidak. Buku ini jauh dari itu semua. Buku
ini juga tidak seperti kebanyakan buku Puthut sebelumnya yang kebanyakan penuh
bahasa sastra. Bahasa yang dibawakan disini sangat santai.
Puthut, dalam buku ini, bercerita tentang
kisah-kisah nakal (dan konyolnya) selama menjadi mahasiswa. Dia bercerita
bagaimana dulu bersama sahabat-sahabatnya sangat gemar bermain judi. Bahkan
sampai membentuk nama komunitas Jackpot
Society. Tak hanya judi, ia juga berkisah tentang pengalaman mabuknya. Tentang
menjahili orang dan lain-lain.
Yang paling saya suka adalah buku ini mampu
mengemas kisah-kisah Puthut dalam suasana humor. Ia banyak menyajikan
kisah-kisah lucu yang dilakukan Puthut bersama kawan-kawannya sehingga membuat
para pembaca tertawa. Bahkan sampai terbahak-bahak mungkin. Lawakan yang
disampaikan pun tak terasa garing. Lawakan-lawakan Puthut terasa segar. Jangan
kaget kalau Anda akan tertawa sendiri begitu membacanya nanti. Dari buku ini
saya juga tahu bagaimana lawakan khas Mataraman.
Cerita yang paling saya senangi dalam buku
ini adalah kisah Bagor. Dari ceritanya saja saya menduga pastilah Bagor
benar-benar “ndak waras”. Saya tak
bisa membayangkan bagaimana seadainya kenal langsung dengan orangnya.
Buku ini disampaikan secara apa adanya. Hal
itu terlihat dari Puthut yang banyak menggunakan bahasa Jawa. Barangkali hal
itu dibutuhkan Puthut untuk menjamin keaslian lawakannya. Bisa saja ketika
lawakan itu disampaikan dalam Bahasa Indonesia, tidak akan selucu itu. Jujur,
di beberapa bagian, saya tidak mengerti. Tapi untungnya di bagian belakang dari
buku disediakan kamus kecil. Jadi para pembaca yang tidak mengerti apa yang
tengah disampaikan, bisa melihat kamus itu dan mengartikannya.
Meski sebagian besar dari buku ini kisahnya
hanya ngebanyol, tapi ada beberapa bagian yang membuat saya terharu. Yakni
ketika salah satu sahabat Puthut yang bernama Jadek meninggal karena
kecelakaan. Atau ketika satu per satu dari sahabat-sahabatnya pergi mengejar
kehidupannya masing-masing. Saya jadi teringat kawan-kawan saya semasa kuliah. Mereka
sekarang suda sibuk mengejar kehidupannya masing-masing.
Membaca buku ini bisa mengantar kita pada
masa-masa saat kuliah dulu. Gila-gilaan bersama para sahabat kita. Meski, saya
yakin, kisah kita tak akan segila yang dialami oleh Puthut. Namun, setidaknya
buku ini mampu menuntaskan rindu kita pada masa-masa itu. Terutama para
orangtua yang sudah berumahtangga.
Sebenarnya saya tidak ada niatan atau
keinginan untuk membeli buku ini. Akan tetapi, tiba-tiba Togamas – toko buku
yang memberi diskon seumur hidup – mengadakan diskon yang lumayan besar.
Rasanya kok sayang sekali kalau ada diskon tapi tidak dimanfaatkan. Tapi
syukurlah saya tidak rugi membelinya. Buku ini benar-benar bajingan! Saya
menyukai buku ini.
Hanya menyukai ya. Tidak menyayangi. Kalau
menyayangi, saya cuma menyayangi kekasih saya. Hehehe.
***
[Buku] Para Bajingan Yang Menyenangkan: Benar-benar Bajingan!
Reviewed by TIDAKTAMPAN
on
April 10, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: