Saya tertarik dengan buku ini ketika
penulisnya, Noor H. Dee, membuka PO melalui akun Facebook-nya. Hal yang
membuat saya tertarik adalah judul buku, juga desain cover-nya. Judul
bukunya menggunakan kata ‘cerita-cerita minimalis’. Hmmm. Rasanya saya baru mendengarnya. Tentu saja maksud dari kata ‘minimalis’ adalah
cerita-ceritanya yang sederhana. Saya paham. Namun, bagaimana
cerpen minimalis itu saya belum pernah membacanya. Ditambah dengan desain
sampul yang sederhana sekali, tetapi tidak kehilangan daya tariknya: sebuah
gambar pesawat kertas yang ujungnya sedikit masuk ke dalam lingkaran hitam.
Bentuk bukunya sendiri pun sangat
minimalis. Simple. Hanya berukuran 11 cm x 16 cm dan terdiri dari 72
halaman saja. Dengan bentuk buku yang demikian membuat ia nyaman berada di
genggaman. Tidak terlampau besar seperti novel atau kumcer pada umumnya. Ia
begitu ringan dan mudah di bawa kemana-mana.
Saya tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk menamatkan buku ini. Mungkin sekitar 2 jam saja. Tentu karena bukunya
yang tidak tebal. Jadi tidak membutuhkan waktu banyak.
Ada 13 cerita di dalam buku ini. Atau
lebih tepatnya, 13 cerita minimalis. Cerita dengan judul Pesawat Kertas menjadi
cerita pembuka. Cerita tersebut mengisahkan tentang seorang
lelaki yang membuatkan mainan pesawat kertas untuk anaknya. Kemudian bersama
anaknya, lelaki itu menerbangkan pesawat kertas. Anaknya terlihat bahagian dan
lelaki itu pun membiarkan anaknya bermain sendirian. Saat kembali masuk ke
dalam rumahnya, lelaki itu juga melihat ayahnya sedang membuat pesawat kertas.
Awalnya saya agak bingung dengan cerita
tersebut. Semula saya mengira bahwa saat kembali masuk ke dalam rumah, lelaki
itulah yang kembali membuat pesawat kertas. Dan anaknya yang sedang bermain
yang kembali bertanya. Tetapi, setelah saya baca kembali, ternyata lelaki itu
melihat ayahnya yang juga membuat pesawat kertas. Saya pun akhirnya tersenyum
sendiri begitu menyadarinya.
Cerita tersebut hanya terdiri dari dua
halaman dan beberapa paragraf saja. Setiap paragraf terdiri dari 1-3 kalimat. Bisa
dibayangkan betapa ringkasnya cerita ini, bukan?
Cerita kedua, berjudul Jam Tangan. Cerita
ini justru lebih pendek dan ringkas dari Pesawat Kertas. Cerita ini hanya
sepanjang satu halaman dengan jumlah masing-masing paragraf yang sama. Cerita ini
berkisah tentang seorang cowok yang memberikan jam tangan untuk kekasihnya.
Melalui telepon, si cowok mengatakan bahwa jam tangan itu tidak membutuhkan
baterai. Baterainya menggunakan cinta. Jadi, selama mereka masih mencintai, jam
itu tidak akan pernah mati. Akan tetapi, ketika jam itu dipakai oleh sang
kekasih jarumnya tidak bergerak sama sekali.
Selain Pesawat Kertas, ada beberapa
cerita yang juga saya suka, di antaranya: Lelaki Tua dan Maut, Negosiasi, Botol
Kaca, dan Tongkat.
Dengan membaca buku ini, saya jadi paham
bagaimana dan seperti apa cerita minimalis itu. Cerita yang ringkas dan
sederhana. Namun, keutuhannya sebagai sebuah cerita tetap terjaga. Hanya saja,
penggunaan kata dan kalimat yang diminimalisir. Cerita itu dibuat sesingkat
mungkin tanpa menghilangkan unsur-unsur penting ceritanya. Di dalamnya masih
terdapat narasi. Tetapi, porsinya lebih sedikit dibandingkan dengan cerpen pada
umumnya. Dialog atau percakapan antar tokohnya pun demikian. Porsinya dibuat
seminimal mungkin. Jadi, di cerita minimalis ini kita tidak akan menemukan
banyak deskripsi. Entah itu tentang sebuah tempat, tokoh, adegan, dan lainnya
yang biasanya kita jumpai di cerpen-cerpen.
Mungkin bagi kita yang sering membaca cerpen dengan panjang 4-5 halaman atau bahkan lebih, membaca cerita ini agak sedikit aneh. Bahkan mungkin menganggap bahwa cerita ini tidak sama dengan cerpen. Padahal sebenarnya cerita minimalis ini sama saja dengan cerpen. Hanya saja, ya itu tadi, di cerita-cerita ini lebih banyak penghematan kata.
Mungkin bagi kita yang sering membaca cerpen dengan panjang 4-5 halaman atau bahkan lebih, membaca cerita ini agak sedikit aneh. Bahkan mungkin menganggap bahwa cerita ini tidak sama dengan cerpen. Padahal sebenarnya cerita minimalis ini sama saja dengan cerpen. Hanya saja, ya itu tadi, di cerita-cerita ini lebih banyak penghematan kata.
Intinya, cerita minimalis ini menyajikan
sebuah cerita dalam bentuk yang sederhana. Simple. Ringkas. Sebagai
cerita, ia menjadi sangat cepat dan berhenti pada waktu yang tepat, seperti
yang dikatakan Sungging Raga. Meski segalanya serba sederhana, cerita minimalis
ini tetap nyaman untuk dinikmati. Ia sederhana, tapi mengena. Ia mampu membuat kita merenung,
tertawa, kadang juga menikam.
Sebuah eksperimen baru untuk dunia sastra
kita. Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk teman-teman semua. Bahkan, seorang Puthut EA sempat punya pikiran untuk membuat karya seperti ini. Tidak percaya? Makanya baca ya.
Selamat membaca!
***
[Buku] Pesawat Kertas dan Cerita-cerita Minimalis Lainnya: Sederhana Tapi Mengena
Reviewed by TIDAKTAMPAN
on
Desember 24, 2017
Rating:
Saya tertarik dengan buku ini karena covernya :')
BalasHapusSampul dan judulnya sama-sama keren. Hehehe.
Hapus