[Buku] Dermaga Patah Hati: Melihat Situbondo



Sekitar dua bulan yang lalu, KPMS (Komunitas Penulis Muda Situbondo) menerbitkan antologi bersama yang berjudul Dermaga Patah Hati. Namun, launching resminya baru dilaksanakan tanggal 7 Juli 2015 kemarin. Saya sendiri merasa bangga sebab bisa menjadi salah satu kontributor dari buku tersebut, dan bisa bergabung dengan penulis-penulis hebat lainnya. Kalau tidak salah, ada 14 penulis yang berkontribusi dalam antologi ini.

Buku ini mengambil tema tentang “Situbondo Kita”, kota di mana sebagian besar (mungkin seluruhnya) penulisnya berasal dan tinggal. Kota di mana KPMS itu sendiri bertempat. Dengan mengambil tema tersebut, harapannya pembaca dapat melihat dan merasakan Situbondo melalui cerita-cerita yang ada dalam antologi ini.

Bisa dikatakan bahwa penulis-penulis yang tergabung dalam projek ini sebagaian besar masih dalam tahap belajar (walaupun menulis adalah pekerjaan yang terus-menerus belajar). Hanya ada sekitar satu dua penulis yang sudah malang melintang di dunia kepenulisan. Salah satunya Sungging Raga, cerpenis nasional di mana karyanya yang berjudul “Serayu, Sepanjang Angin Akan Berhembus” amat saya sukai.

Dengan demikian, maka bisa dimaklumi bahwa cerpen-cerpen yang ada adalah khas penulis amatir, termasuk saya sendiri. Namun, hal itu tidak membuat antologi ini terasa membosankan. Bukan berarti karena saya salah kontributornya lantas berkata demikian. Sungguh. Memang ada beberapa cerpen yang saya sukai dalam antologi ini.

 Saya sudah lama ingin mengulas tentang buku ini. Namun, karena kesibukan yang saya miliki, akhirnya saya baru bisa menuliskannya saat ini. Semoga saja ini tidak terlambat.

Pertama, cerpen dengan judul Dermaga Patah Hati. Cerpen yang judulnya sekaligus dijadikan judul antologi. Cerpen siapa? Benar. Sungging Raga. Memang tidak diragukan lagi kemampuannya sebagai cerpenis nasional dalam menulis sebuah cerita. Sama dengan kebanyakan cerpennya yang saya pernah baca, ceritanya berkisah hal-hal yang ‘gaib/aneh’. Namun, dia selalu bisa membuatnya tidak terasa aneh. Seperti ceritanya kali ini tentang seorang hantu wanita yang menunggui dermaga di Pasir Putih. Selain itu, di cerita ini juga dimasukkan sosok Bupati Situbondo. Saya merasa ini semacam sebuah sindiran atau...entahlah saya tidak mengerti. Tetapi, yang saya rasakan seperti itu.

Kedua, cerpen dari Marlutfi Yoandinas yang berjudul “Jembatan Suka-Suka”. Meski saya belum pernah membaca karyanya sebelumnya, tetapi saya tahu bahwa dia studi di jurusan sastra. Maka, tak ayal jika ceritanya juga bagus. Walaupun secara tak langsung saya tidak mencium bau Situbondo di cerita ini, namun saya paham bahwa semuanya tersirat di dalamnya. Ada sebuah kritik yang ingin disampaikan pada pemerintah. Semuanya tergambar dari Jembatan Suka-Suka.

Ketiga, Ingatan. Cerpen ini ditulis oleh Kiswatul Latifah, salah satu penulis di KPMS yang menurut saya punya potensi besar untuk menjadi penulis hebat. Saya selalu suka dengan cerita-ceritanya. Apalagi jika berkisah tentang kegalauan dan kenangan. Dan, cerita tentang Ingatan sendiri adalah perihal kenangan. Mbak Kiswatul menuliskan kenangan-kenangan semasa kecilnya selama di Situbondo. Banyak hal yang dia sampaikan. Mulai dari tempat-tempatnya, seperti stasiun Situbondo. Kebiasaan semasa kecil, seperti menaruh uang logam di bantalan rel. Hal-hal tersebut menyajikan Situbondo masa dulu. Apalagi Mbak Kiswatul mendeskripsikan semua dengan gaya bahasanya yang saya suka. Namun, menurut saya ada beberapa bagian yang perlu dikurangi sedikit. 

Keempat, Purnama Laila, cerpen dari Aurora Vanda. Saya suka dengan cerpen ini lantaran banyak memperlihatkan budaya atau tradisi yang tumbuh di masyarakat Situbondo, khususnya Panarukan. Dia menceritakan dengan baik bagaimana kehidupan orang-orang Panarukan yang mayoritas adalah nelayan atau penjual ikan. Banyak hal mengenai dunia itu diungkapkan oleh penulis. Inti cerita yang diambil pun juga cukup menarik. Saya pikir, pernikahan dengan perjodohan masih banyak terjadi di lingkungan desa. Mungkin penulis sendiri tinggal lingkungan seperti yang ada dalam cerita. Kalau begitu, maka penulis sangat baik memotret kehidupan di sana. Selain itu, dialog yang dipakai dalam cerita menggunakan bahasa Madura. Walaupun, ada beberapa yang menurut saya sedikit ada kesalahan (atau, saya sendiri yang salah?).

Itulah cerpen-cerpen yang saya paling saya suka dari antologi ini. Bukan berarti selain dari keempat cerpen itu tidak saya suka. Saya tetap menyukainya. Hanya saja, keempat cerpen di ataslah yang paling menarik perhatian saya.

Namun, saya tetap ingin mengulas sedikit cerpen-cerpen yang lain. Pertama, cerpen Kyai dan Raja Bandit dari Ahmad Sufiatur Rahman atau mas Sufi. Cerpen yang panjang ini mengisahkan tentang perjuangan kyai As’ad Syamsul Arifin. Dengan membaca cerpen ini, saya jadi tahu sejarah yang sebenarnya terjadi. Sebagai seorang penulis yang sudah menerbitkan banyak buku, maka kata-kata yang disusun membuat saya nyaman membacanya.

Kemudian, cerpen berjudul Kisah di Ujung Pantura karya Detha Mukti. Saya suka dengan cerpen ini karena mengisahkan pertemanan seorang manusia dengan hantu. Namun, bila melihat antologi yang bertema “Situbondo Kita”, cerpen ini masih sedikit mengupas hal-hal tentang Situbondo. Yang terlihat hanyalah tempat-tempat seperti Hutan di Kendit. Selain itu, pembuka dari cerpen ini juga sedikit membingungkan saya. Apalagi setelah selesai membaca seluruh cerita.

Selanjutnya, cerpen dengan judul Janda Kembang Sang Kyai karya Edi Supriono. Cerpen yang bekisah tentang problematika seorang kyai yang ingin memiliki istri kedua. Masalah yang biasanya kerap ada di kehidupan seorang kyai. Lalu, ada cerpen berjudul Guru Kami Bernama Jalanan karya Iffah Nailul. Cerpen ini menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Saya suka dengan gaya bahasa yang digunakan penulis membuat saya menikmati saat membacanya.

Cerpen lainnya ada Sang Penakluk dari Mohammad Imron alias mas Imron. Cerpen ini berkisah tentang seseorang yang berjuluk Ki Selang yang berguru pada Lora Kholil. Cerpen ini dikisahkan dari tutur masyarakat sekitar. Penulis dengan cukup baik menjelmakannya menjadi sebuah cerpen. Selanjutnya, ada cerpen Veilove karya Muizzatul Ainiyah. Cerpen yang berkisah wanita-wanita yang tetap ingin mempertahankan ke-muslimah-an mereka. Lalu, ada juga cerpen yang berjudul dengan Annyeong Haseyo, Situbondo karya Nurul Holila. Cerpen ini bercerita tentang  seorang turis asal Korea yang jatuh cinta pada gadis asal Situbondo. Setelah membaca cerpen ini, saya jadi ingat pada karya Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia. Hanya saja di cerpen ini yang menjadi tour guide-nya adalah si cewek.

Lalu, ada juga cerpen berjudul Kemuning karya Raisa Izzaty. Entah kenapa setelah membaca cerpen ini saya jadi teringat pada cerpen saya yang berjudul Tanjung Kamal. Ceritanya hampir sama yakni tentang kehidupan asmara nelayan. Lalu, yang terakhir cerpen Gadis Kecil dari Situbondo karya Vinda Setya Ningrum. Namun, terdapat kesalahan cetak hingga ditulis karya Nurul Holila. Cerpen ini berkisah tentang pertemuan dengan seorang gadis kecil asal Situbondo di Baluran.

Sebenarnya, saya berharap bahwa cerpen-cerpen yang ada ini akan banyak menggambarkan mengenai Situbondo. Entah itu tradisi, budaya, sejarah, tempat, dan lain-lainnya. Akan tetapi, pada kenyataannya masih ada yang sekadar memasukkan Situbondo sebagai latar atau setting semata (mungkin cerpen saya sendiri juga).

Namun, tetap saja penerbitan buku ini merupakan suatu kebanggaan sendiri bagi kami pemuda Situbondo. Apalagi banyak sekali dukungan terhadap buku ini. Hal itu makin membuat kami – saya sendiri khususnya – bangga. Dengan ini, tujuan KPMS untuk mengembangkan budaya literasi di kota Situbondo perlahan-lahan bisa tercapai.

Ini adalah karya pertama. Maka, adalah hal wajar jika terdapat kekurangan di sana sini. Itu akan membuat kami belajar untuk ke depannya. Hingga di masa yang akan datang, untuk karya-karya kami selanjutnya, bisa lebih baik dari sebelumnya.

*sumber gambar: penulissitubondo.blogspot.co.id
[Buku] Dermaga Patah Hati: Melihat Situbondo [Buku] Dermaga Patah Hati: Melihat Situbondo Reviewed by Anonim on Juli 16, 2015 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.