[Buku] Belajar Mencintai Kambing: Mencintai Kisah-Kisah Khas Desa Melalui Kambing


Buku Belajar Mencintai Kambing adalah buku kumpulan cerpen pertama seorang Mahfud Ikhwan setelah 17 tahun dalam dunia kepenulisan. Mengingat waktunya yang amat panjang itu, saya merasa bahwa Mahfud Ikhwan agak telah untuk menerbitkan sebuah kumpulan cerpen. Apalagi Mahfud Ikhwan sendiri cukup bisa diperhitungkan dalam dunia sastra. Mengingat dia pernah meraih pengharagaan dari Dewan Kesenian Jakarta untuk novelnya yang berjudul Kambing dan Hujan. Dan, baru-baru ini juga novelnya yang berjudul Dawuk: Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award.

Bayangkan saja saat ini banyak penulis-penulis pemula yang baru kemarin sore belajar menulis sastra, sudah dengan PD-nya menerbitkan kumpulan cerpen. Ditambah promonya yang tak henti-henti di sosial media. Lha, ini Mahfud setelah 17 tahun baru menerbitkan kumcer!

Dalam kumpulan cerpen ini terdapat 14 cerita yang dibagi dalam 3 kelompok: Belajar, Mencintai, dan Kambing. Awalnya saya menduga bahwa pengelompokan itu berdasarkan tema. Tapi, setelah saya baca sampai usai, pengelompokan itu tidaklah terlalu berarti.

Seperti yang disebutkan dalam blurb buku, Mahfud Ikhwan, dalam buku ini, banyak mengangkat tema-tema yang berlatar belakang desa. Sebagian besar temanya berangkat dari sana. Sehingga cerita yang disampaikan terasa dekat dengan pembaca. Setidaknya saya sendiri yang pernah merasakan bagaimana kehidupan desa itu.

Contohnya pada cerpen Jerita Tengah Malam. Cerpen ini berkisah tentang kegagalan panen warga desa. Warga yakin kegagalan itu karena disebabkan oleh monyet-monyet yang tinggal di Rahtawu, sebuah tebing di desa, menyerang ladang warga desa. Akhirnya, karena geram dengan ulah monyet-monyet itu, warga menghabisi semua monyet dan hanya menyisakan satu ekor monyet kecil saja. Akan tetapi, ketika semua monyet sudah mati, pada tengah malam tetap terdengar sebuah jeritan di desa itu. Dan, tetap ada yang merusak ladang milik warga.

Cerpen lain yang bercerita tentang desa adalah Belajar Mencintai Kambing; cerpen yang menjadi judul buku ini. Cerpen ini berkisah tentang seorang anak yang dibelikan seekor kambing oleh ayahnya. Padahal anak itu menginginkan sebuah sepeda. Tetapi, sang ayah memaksanya untuk belajar bagaimana menggembala kambing. Menjadi seorang penggembala. Ayahnya mengajarkan padanya bagaimana cara mencintai kambing.

Saya sangat suka dengan cerpen ini. Karena ia menggambarkan bagaimana proses dari sebuah pembelajaran dari mencintai itu. Di cerpen ini pula suasana pedesaan sangat terasa. Misalnya bagaimana cara mengarit rumput yang benar. Semua dijelakan oleh Mahfud dengan detail. Dari cara memegang arit sampai cara duduknya. Di cerpen ini penulis pada beberapa bagian mengambil sudut pandang orang kedua, sehingga narator (tokoh ayah) seperti mengajarkan pada pembaca bagaimana mencintai kambing itu.

Selain tema desa, Mahfud juga mengangkat tema-tema kritik sosial. Contohnya pada cerpen “Bola, Mata”, Mahfud mengisahkan tentang seorang atlet sepakbola, yang dalam hal ini seorang kiper, yang mengalami cacat mata karena terkena pecahan kaca bus gara-gara supporter yang rusuh. Ternyata, setelah membaca penjelasan dari penulisnya di bagian belakang buku, cerita ini berdasarkan kisah nyata dari seorang pemain Persebaya.

Di kumcer ini juga Mahfud Ikhwan beberapa kali memasukkan hewan ke dalam cerita. Misalnya saja, di cerpen “Melati”; seorang lelaki yang mencintai kucingnya. Atau, “Wak Wak Kung”; seekor katak yang dianggap sebagai anak kandungnya oleh seorang laki-laki.

Saya sangat menikmati membaca kumpulan cerpen ini. Entah kenapa saya suka dengan gaya penceritaan Mahfud. Memang, penulisnya sendiri mengakui bahwa di beberapa cerpen ia banyak meniru penulis-penulis terdahulu. Khususnya, Kuntowijoyo. Tapi saya tetap menikmatinya. Ada beberapa cerpen yang saya suka dalam kumcer ini di antaranya; Jerita Tengah Malam, Bola, Mata, Lelaki dan Tato Perempuan di Bahunya, Melati, Mufsidin Dimakan Kucing, dan Belajar Mencintai Kambing. Di bagian akhir kumcer ini ada semacam “catatan” dari penulis yang berupa proses kreatif dari masing-masing cerpen yang ada di dalam buku ini.

Memang, buku kumcer ini tidak sehebat “Kambing dan Hujan” maupun “Dawuk: Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu”, tetapi buku ini tetaplah layak dibaca. Apalagi bagi kita yang mencintai sastra dan kita yang sedang belajar menulis cerpen.

Begitu kata blurb di buku.

***
[Buku] Belajar Mencintai Kambing: Mencintai Kisah-Kisah Khas Desa Melalui Kambing [Buku] Belajar Mencintai Kambing: Mencintai Kisah-Kisah Khas Desa Melalui Kambing Reviewed by TIDAKTAMPAN on Januari 08, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.