Judul : Tuhan Tidak Makan
Ikan dan Cerita Lainnya
Penulis : Gunawan Tri Atmodjo
Penerbit : Diva Press
Tahun Terbit : Mei 2016
Tebal : 244
halaman
***
Jika
berbicara soal tulisan Gunawan Tri Atmodjo – saya lebih
senang menyebutnya GTA – hal pertama yang saya
bayangkan adalah humor. Tulisan GTA, khususnya cerpen, memang tak bisa dipisahkan
dari humor. Di buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Sundari Keranjingan Puisi”, GTA selalu menyisipkan humor di dalamnya. Begitu pula dengan kumpulan
cerpennya yang terakhir – yang baru selesai saya baca ini – “Tuhan Tidak Makan
Ikan”, GTA nyaris selalu menampilkan humor-humor khasnya.
Sebelumnya, perlu diketahui, buku ini menjadi salah satu dari buku-buku
fiksi terbaik versi Majalah Rolling Stone Indonesia tahun 2016.
Apa yang
diceritakan oleh GTA dalam kumcer ini hampir tidak jauh berbeda dengan kumcer
sebelumnya. GTA banyak berbicara tentang hal-hal kecil yang ada di keseharian
kita. Namun, di kumcer ini GTA sepertinya ingin menekankan pada kita untuk melakukan
perenungan-perenungan lewat humor yang dia sajikan. Misalnya saja pada cerpen yang berjudul “Bukan Kawan”, GTA ingin
memberikan pelajaran tentang kita yang biasanya sering bergelut
dengan prasangka-prasangka terhadap sesuatu atau orang
lain tanpa mencerna dengan betul-betul terlebih dahulu. Lewat
cerpen ini kita akan menyadari bahwa kita sering melakukan hal seperti itu sembari tersenyum-senyum sendiri.
Begitu pula
di cerpen yang menjadi judul kumcer ini “Tuhan Tidak Makan
Ikan”, GTA sepertinya ingin mengungkap banyak hal di sekitar kita yang
sebenarnya susah untuk dilogikakan. Cerpen ini bercerita tentang kehidupan
nelayan yang dilanda kelesuhan hasil tangkapan. Hal itu diduga karena warga kurang bersyukur pada “pemilik lautan”. Karenanya, Pak Kades di desa tersebut
meminta warga untuk menangkap ikan guna sebagai persembahan. Anehnya, semua
warga yang melaut kala itu tiba-tiba mendapat hasil tangkapan yang masih banyak. Padahal hari-hari sebelumnya tak pernah demikian. Namun, mereka agak kecewa sebab pada akhirnya tangkapan itu mesti dipersembahkan
untuk “pemilik lautan”. Tokoh “aku” dalam cerpen ini paham bahwa sebenarnya Pak Kades memiliki niat
busuk dari rencana itu. Sayangnya, tokoh “aku”, yang turut
melaut untuk memberi persembahan bersama ayahnya, tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena tak ingin membuat ayahnya
yang terlanjur bahagia menjadi sedih.
Dalam cerpen
ini agaknya GTA tak terlalu banyak menampilkan humor. Jika dibandingkan dengan
cerpen-cerpen yang lain, cerpen ini yang paling sedikti memiliki rasa humor. Bahkan nyaris tidak ada. Hanya pada bagian akhir GTA mulai
menunjukkan humor lewat dialog antara tokoh “Aku” dan sang ayah.
“Siapa sih penguasa laut ini, Yah?”
“Tuhan.”
“Apakah Tuhan itu makan ikan, Yah?”
“Anak bodoh, tentu saja Tuhan tidak
makan ikan!”
Lalu, pada bagian mana kita dibuat merenung? Lewat dialog
inilah ada suguhan humor yang tersirat. Lewat dialog ini kita akan dibuat
tertawa dan sambil merenung atas apa yang sebenarnya ingin GTA sampaikan.
Banyak cerpen-cerpen di kumcer ini yang mengajak
kita tertawa dalam kesedihan. Seperti yang disampaikan oleh kurator dalam buku
ini, “Terkesan main-main, cengengesan, tetapi di ranah demikianlah ia
menabalkan permenungan-permenungan yang tak sepi pesan moral.”
Humor yang ditampilkan GTA tak selalu ditebar di
plot-plot di cerita-ceritanya. GTA terkadang menghadirkannya lewat frasa-frasa atau
kalimat-kalimat yang di buat seperti misalnya, ‘kekasih ganas’, rekapitulasi
batin’, ‘rumus melakolis yang tidak feminis’, ‘resep klenik serupa iman’, dan lain-lain.
Barangkali pembaca akan teringat dengan frasa ‘labil ekonomi’ dan ‘kudeta
cinta’ milik Vicky Prasetyo. Tapi tentu saja keduanya tidaklah sama. Pembaca
pasti mengerti.
Pada permulaan kumcer ini kalian akan menemukan cerpen
dengan judul “Cara Mati yang Tak Baik Bagi Revolusi”. Cerpen ini berkisah
tentang dua jenderal yang saling berlawanan karena satu, Sergob, sebagai
presiden dan satunya lagi, Aduren, sebagai oposisi. Namun, sayang di tengah
perlawananya terhadap Presiden Sergob, Aduren harus mati terlebih dahulu.
Sialnya, cara matinya merupakan cara mati yang tidak baik bagi revolusi yang
diperjuangkannya yaitu mati karena terpeleset ingusnya sendiri di kamar mandi.
Saya yakin pembaca akan terbahak begitu selesai membaca cerpen ini. Juga, jika pembaca mencermati nama tokoh-tokoh
dalam cerpen ini, pasti pembaca juga akan tertawa bila memahaminya.
Kalau pembaca sudah tertawa sejak halaman pertama, maka
itu suatu permulaan yang baik. Lanjutkanlah membaca untuk dua cerpen
berikutnya, saya juga yakin pasti pembaca akan tertarik untuk menyelesaikan
membacanya.
Mengutip dari kata-kata kurator, saya ingin mengucapkan “Bersiaplah untuk batin Anda yang akan terbentur, terkoyak, bahkan meratapi sumirnya hidup ini.”
***
[Buku] TUHAN Tidak Makan Ikan dan Cerita Lainnya: Tertawa Sembari Merenung
Reviewed by TIDAKTAMPAN
on
Mei 09, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: