Sebetulnya sudah agak lama saya
selesai membaca buku Sungging Raga ini. Ada beberapa komentar yang ingin saya
sampaikan sehabis membacanya. Namun karena terhalang oleh kesibukan, saya barus
bisa menuliskannya sekarang.
Judul buku ini diambil dari
salah satu judul cerpen di dalamnya. Dari judulnya, “Reruntuhan Musim Dingin:
Cerita-Cerita Pilihan”, saya menduga bahwa sebagian besar cerpen di kumcer ini
adalah cerpen-cerpen Sungging Raga yang pernah dimuat di media. Kemudian
dipilih yang sekiranya paling bagus atau sesuai dengan konsep buku. Akan
tetapi, dugaan saya salah. Ternyata ada sebagain cerpen yang masih segar. Masih
hangat baru diangkat dari tungku.
Buku ini dibuka oleh cerpen
yang berjudul Selebrasi Perpisahan. Cerpen ini cukup berhasil menarik perhatian
saya. Saya suka cara Sungging Raga menggambarkan bagaimana sebuah perpisahan.
Ia tidak menjadikan perpisahan dalam cerpen itu sebagai sesuatu yang kerap kali
dilebih-lebihkan dalam sebuah cerita. Seperti dibarengi dengar guyuran airmata
dan hal-hal lebay lainnya. Sungging Raga membuat perpisahan menjadi terasa
biasa saja. Meski judulnya adalah Selebrasi Perpisahan, akan tetapi cerpen ini
seolah merayakan perpisahan dengan cara paling sunyi.
Kemudian, cerpen kedua berjudul
Dermaga Patah Hati. Cerpen ini pernah turut meramaikan antologi cerpen KPMS
(Komunitas Penulis Muda Situbondo) setahun yang lalu. Cerpen ini kental sekali
rasa Sungging Raga-nya: penuh dengan imajinasi liar dan perempuan. Seperti
judulnya, cerpen ini juga tetap berbicara cinta.
Ada 22 cerpen dalam kumcer ini.
Sebanyak 8 cerpen pernah dimuat oleh media. Hanya ada beberapa cerpen yang saya
sukai dari sekian cerpen yang ada. Di antaranya Untuk Seseorang yang Kepadanya
Rembulan Menangis, Rayuan Sungai Serayu, Kompor Kenangan, Tak Ada Kematian di
Alaska, Ole Fislip Sudah Mati dan Serayu, Sepanjang Angin Akan Berhembus.
Saya selalu suka membaca
cerpen-cerpen dari Sungging Raga. Saya suka caranya yang terkesan tenang dalam
mengisahkan sebuah cerita. Dia juga pandai memasukkan hal-hal yang ajaib –
bahkan mustahil – tetapi tidak terkesan dipaksakan. Dia juga sering kali
melakukan tabrakan-tabrakan kata dan hal itu menambah keindahan cara
bertuturnya. Apalagi di akhir cerita Sungging Raga sering kali melakukan
belokan-belokan yang tak terduga.
Cerita-cerita dalam kumcer ini
hampir sebagian besar berbicara soal cinta. Seperti kata Tia Setiadi, cinta
menjadi pusat cerita-cerita Sungging Raga. Meski tema cinta bisa dikatakan
adalah tema yang klise, tetapi Sungging Raga tidak terhanyut di dalamnya. Ia
selalu mampu keluar dari tema cinta yang hanya itu-itu saja. Tema cintanya
tidak monoton. Tema cinta dalam kumcer ini dia gambarkan dengan pertemuan dan
perpisahan yang tidak biasa. Pertemuan dan perpisahkan ia kisahkan dengan cara
yang lain.
Begitulah, dalam Reruntuhah
Musim Dingin, kita akan dipertontonkan banyak pertemuan, lalu cinta, lalu
kemudian perpisahan.
***
[Buku] Reruntuhan Musim Dingin: Pertemuan, Cinta dan Perpisahan
Reviewed by TIDAKTAMPAN
on
Mei 09, 2016
Rating:
Tidak ada komentar: