[Buku] Simbiosa Alina: Duet Dua Penulis



Pertama, kenapa saya tertarik untuk membeli buku ini? Karena tidak lain ialah adanya salah satu penulis favorit yang sekaligus satu daerah dengan saya, Sungging Raga, dalam buku ini. Kalau saja penulisnya tidak ada Mas Raga, mungkin saja tidak akan membelinya. Sebab kesan pertama yang saya tangkap melalui kaver bukunya membuat saya tidak tertarik. Ada sebuah gambar seorang wanita tampak murung yang memiliki sayap kupu-kupu di punggungnya dan berdiri di atas bunga teratai. Entah kenapa saya tidak suka. Saya melihat kaver itu seperti buku dongeng anak-anak. Atau mirip novel-novel untuk remaja.

Tapi ada perkataan “Don’t jugde a book by its cover”. Siapa tahu isi di dalamnya bagus?

Simbiosa Alina adalah kumpulan cerpen yang ditulis dua orang cerpenis, Sungging Raga dan Pringadi Abdi. Saya sebelumnya tak pernah membaca kumpulan cerpen dari hasil ‘duet’ dua penulis. Agak sedikit was-was sebenarnya. Sebab menurut saya agak sulit menerbitkan buku ‘duet’ seperti itu. Berbeda dengan jika menerbitkan buku tunggal.

Masing-masing penulis dalam buku ini menyuguhkan 10 cerpen. Pertama, kisah dimulai dengan cerpen-cerpen miliki Sungging Raga yang berjudul ‘’Simbiosa”. Cerpen yang mengisahkan tentang seorang lelaki yang ditinggalkan oleh kekasihnya karena memilih laki-laki lain. Sekilas seperti terdengar biasa. Hanya saja, menurut saya, Mas Raga mengambil sudut pandang kisah tragis ini dari sisi lain. Ia menggambarkan sosok lelaki yang ditinggalkan menganggap bahwa benda-benda di sekitarnya menjadi hidup. Seperti batang-batang pohon. Bahkan lelaki itu pun jatuh cinta pada sebatang pohon ceri. Menurut saya, sebenarnya Mas Raga ingin mengatakan bahwa lelaki itu sebenarnya gila. Hanya saja dia keluar dari sudut pandang yang demikian. Seperti biasa, Mas Raga masih bermain di ranah surealis.

Cerpen-cerpen selanjutnya pun nyaris tidak jauh berbeda. Ia menceritakan tentang pohon yang menangis, lelaki yang menjelma senja. Barangkali Mas Raga menulis cerita pendek surealis untuk membebaskan imajinasinya. Tema-tema yang diambil pun masih tentang kisah cinta. Tapi, tentu saja, bukan kisah cinta yang membosankan.

Kemudian, kisahnya dilanjutkan oleh cerpen-cerpen miliki Pringadi Abdi. Saya jarang membaca tulisan dari Mas Pring. Mungkin hanya sekali dua kali. Itupun saya tidak ingat cerpen yang mana. Jadi saya tak bisa mengatakan bahwa saya menyukai tulisannya. Tapi, setelah membaca cerpen-cerpennya di buku saya jadi bisa mengatakan bahwa saya menyukai tulisan Mas Pring. Ada beberapa cerpen yang membuat saya mengumpat karena saking bagusnya, menurut saya. Contohnya di cerpen pertamanya yang berjudul Malimbu. Saya suka dengan bahasa yang dipakai oleh Mas Pring. Juga, ending yang dihadirkan dalam cerpen ini. Mas Pring menyajikan akhir yang mengejutkan. Bahkan menurut saya, pembaca kemungkinan tidak akan mengerti selama membaca cerpen ini. Namun, ketika sampai pada akhir seolah membuka semuanya. Pendek kata, gongnya di sana. Dalam cerpen ini juga Mas Pring menghadirkan unsur religiositas. Ia menyebutkan surat-surat dalam Al-Quran. Namun, bukan berarti ini cerpen islami.

Dibandingkan Mas Raga, Mas Pring tidak menggunakan unsur surealis dalam membangun cerita-ceritanya. Ia tidak berbicara tentang senja yang berdarah ataupun pohon yang menangis. Ia hanya menceritakan kehidupan pada umumnya. Menceritakan kisah cinta seperti biasanya, tanpa mencampurnya dengan surealisme.

Jika harus memilih penulis mana yang cerpennya saya suka dalam cerpen ini, sepertinya saya akan memilih Mas Pring. Barangkali karena saya jarang membaca karya-karyanya jadi seolah-olah saya seperti baru pertama membacanya. Berbeda dengan Mas Raga yang sudah sering saya baca karya-karyanya. Saya selalu mengikuti perkembangan tulisannya. Mengingat ini adalah karyanya pada tahun 2014, tentu sudah sangat berbeda dengan karyanya di akhir-akhir ini. Apalagi saya mendengar langsung penuturan dari Mas Raga bahwa cerpen-cerpen di buku ini sudah banyak tersentuh oleh editor. Sudah berbeda dengan yang ditulis Mas Raga. Barangkali editor menyesuaikan dengan selera pasar ya?

Tapi, buku ini tetaplah laik untuk dibaca. Apalagi buat kita yang masih belajar menulis cerpen. Sangat cocok dijadikan referensi buat kita. Atau dijadikan contoh jika kita juga ingin menerbitak kumpulan cerpen dari duet dua penulis

***. 
[Buku] Simbiosa Alina: Duet Dua Penulis [Buku] Simbiosa Alina: Duet Dua Penulis Reviewed by TIDAKTAMPAN on Juli 09, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.