[Cerpen] Jangan Pergi Ke Hutan (Radar Mojokerto, 17 September 2017)


Di sebelah barat desa tempat Kiki tinggal ada sebuah hutan luas nan lebat membentang. Menurut orang-orang, hutan tersebut sangatlah angker. Di sana tinggal banyak hantu yang kerap mengganggu siapapun yang datang. Para pencari kayu yang nyaris setiap hari keluar masuk di hutan itu kerap menjadi bulan-bulanan gangguan para hantu tersebut. Seperti misalnya dilempari batu, ada yang memanggil dari kejauhan, hingga seolah-olah sedang diikuti langkahnya.

Bagi hantu-hantu itu tak peduli entah siang atau malam, mereka akan tetap mengganggu siapa saja yang datang. Apalagi jika kedatangan mereka dengan maksud buruk, maka sudah pasti akan menjadi sasaran perilaku jahat hantu-hantu. Bahkan bila perlu dibuat kesasar hingga tak bisa kembali. Membuat hutan itu seperti sebuah ilusi. Baru setelah orang-orang dengan niat buruk itu pasrah dan menyadari kesalahannya, hantu-hantu itu akan menunjukkan jalan keluar pada mereka.

Kiki mengetahui semua cerita itu dari orang-orang di desanya. Juga terkadang dari Ningsih, ibunya. Kiki dan teman-temannya seringkali diingatkan agar tidak pergi bermain ke hutan di sebelah barat desanya tersebut.

“Maka dari itu jangan sekali-kali kau pergi ke hutan itu, sayang.” Nasihat Ningsih pada Kiki.

“Kenapa hantu-hantu itu suka sekali mengganggu, bu?”

“Jika seorang teman mengganggumu, apa kau akan marah?” tanya Ningsih. Kiki mengangguk. “Nah, hantu-hantu itu marah karena orang-orang suka mengganggu mereka.”

“Menganggu bagaimana, bu?”

“Iya. Seperti menembang pohon sembarangan,” sahut ibunya. “Pohon-pohon di sana adalah rumah bagi hantu-hantu itu, sayang. Mereka tak mau rumahnya dirusak.”

“Jadi sebenarnya makhluk itu tidak jahat dong?”

“Tidak, sayang.”

“Berarti jika aku ke sana dan aku tidak mengganggu mereka, maka mereka juga tidak akan menggangguku kan, bu?”

“Benar,” jawab ibu Kiki. “Tapi tetap saja kau tidak boleh ke hutan itu.”

“Kenapa, bu?”

“Sebab selain hantu-hantu itu, di sana ada seekor harimau yang sering memakan anak-anak sepertimu.”

Selain hantu-hantu halus yang gemar mengganggu itu, juga hidup seekor harimau di hutan tersebut. Ningsih yang menceritakan hal itu. Awalnya Kiki tak percaya tapi cerita ibunya itu dibenarkan oleh orang-orang kampung. 

“Pasti ada harimau di setiap hutan, Kiki,” salah seorang warga bercerita pada Kiki dan teman-temannya. “Kau tahu, kenapa setiap selamatan desa kita membawa sepikul sesajen ke dalam hutan? Itu untuk memberi makan harimau yang mendiami hutan tersebut.”

“Kenapa harimau itu diberi sesajen?”

“Harimau itu yang menjaga desa kita, Nak.”

Dua cerita itulah yang membuat hutan barat di sebelah desa itu menjadi angker. Namun cerita tentang harimau penunggu hutan lebih menarik perhatian Kiki. Kiki makin sering bertanya soal cerita itu pada ibunya.

“Apakah harimau itu juga suka mengganggu seperti hantu-hantu di sana?” Tanya Kiki.

“Harimau itu suka memangsa anak-anak, sayang.”

“Apa ada anak yang pernah dimangsa oleh harimau itu, bu?”

“Iya, sayang. Dulu seorang anak sepertimu pernah dimangsa oleh harimau itu.”

“Apa anak itu nakal, bu?”

“Tidak.”

Mendengar hal itu Kiki pun jadi makin tertarik. Kiki meminta ibu untuk menceritakannya padaku. Ibunya pun mulai bercerita….

Dulu di desa tersebut, ada seorang anak bernama Mala. Dia tinggal berdua bersama ibunya, Mak Romlah. Mala anak yang baik. Dia rajin mengaji dan selalu menuruti perintah ibunya. Tak pernah sekalipun melanggar semua apa yang ibunya larang. Kecuali, soal larangan pergi ke hutan di sebalah barat desanya.

Mulanya Mala tak terlalu peduli dengan cerita harimau dan hantu-hantu pengganggu yang mendiami hutan. Sama halnya dengan setiap larangan ibunya yang lain, Mala tahu bahwa larangan itu diberikan ibunya demi kebaikannya sendiri. Ibunya tak mau sesuatu yang buruk pada Mala. “Jika kau pergi, siapa yang akan menemani Mak, Nak?” begitu kata Mak Romlah. Maka Mala pun tidak pernah mau tahu dengan cerita itu. Sebab Mala sangat menyayangi wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu.

Tetapi pada suatu hari, dalam tidur lelapnya Mala bermimpi bertemu dengan seorang lelaki di dalam hutan. Lelaki itu memakai jubah hitam panjang. Wajahnya tidak terlihat, hanya gelap. Lelaki itu mengajak Mala untuk mendekatinya. Mala bergeming, tak beranjak sedikit pun dan tetap mematung. Tiba-tiba dari arah belakang lelaki itu muncul seekor harimau belang yang sangat besar. Lalu berjalan ke samping lelaki berjubah. Baru kali ini Mala melihat harimau dengan ukuran sebesar itu. Hewan buas itu menatap tajam ke arah Mala. Kemudian mengaum keras menampakkan giginya yang tajam. Alhasil Mala segera berlari ketakutan. Dia pun terbangun dari mimpinya dengan peluh yang bercucuran.

Mimpi itu tak pernah diceritakan Mala kepada ibunya. Mala sendiri tidak tahu kenapa ia merasa tak ingin menceritakan mimpi itu. Lantaran terlalu menyeramkan mimpi itu ia takut menceritakan semuanya. Dia juga berpikir bahwa jika ia menceritakannya, ibunya akan menjadi semakin khawatir padanya.

Akan tetapi pada akhirnya Mala menceritakan mimpi itu kepada ibunya. Sebab mimpi itu tidak datang sekali saja padanya. Di malam-malam berikutnya, mimpi buruk tersebut terus menghampiri tidur lelap Mala bahkan nyaris setiap malam.

Seperti yang Mala duga, mendengar penuturan cerita darinya Mak Romlah jadi merasa takut sesuatu yang buruk bakal terjadi. Ia tidak paham arti dari mimpi itu. Tetapi, ia menerka-nerka sendiri mencoba mengartikan mimpi yang dialami anaknya. Bisa jadi lelaki yang memakai jubah hitam adalah ayah kandung Mala. Barangakli lelaki itu kini merindukan Mala dan berusaha mengambilnya, begitu pikir Mak Romlah. Perihal harimau di belakang si lelaki, Mak Romlah tak bisa mengerti. Harimau binatang buas. Jelas itu pertanda bahaya. Harimau itu, Mak Romlah yakin, adalah harimau yang mendiami hutan di dekat kampungnya.

“Mala, jangan pernah pergi ke hutan itu. Atau jika tidak kau akan bertemu harimau dalam mimpimu di sana. Mak tidak mau kau meninggalkan Mak sendiri.”

Mala anak yang baik dan penurut, maka dipatuhilah nasihat ibunya. “Mala tak akan pernah meninggalkan Mak.”

Ia tak pernah datang ke hutan itu. Bahkan terlintas pikiran untuk pergi ke sana pun tidak pernah. Namun, mimpi serupa terus saja mengganggu tidur nyenyaknya. Setiap malam pasti mimpi itu selalu datang. Lama kelamaan membuat tidurnya tak lagi nyenyak. Mala pun menjadi susah untuk memejamkan mata. Hal itu menimbulkan rasa penasaran di hati Mala. Apalagi di mimpinya yang terakhir lelaki itu muncul dalam keadaan yang berbeda.

Dalam mimpinya kali ini, Mala melihat lelaki itu melepas tudung kepala jubah hitamnya. Kini Mala bisa melihat wajahnya meski tak begitu jelas. Sepintas Mala lihat tak pernah mengenal wajah lelaki itu. Tak pernah dia jumpai lelaki itu di desanya. Di sampingnya seekor harimau belang yang sama tetap menemaninya. Lelaki itu tak lagi memanggil Mala untuk menghampirinya. Tetapi dia terlihat berjalan ke arah Mala, begitu juga dengan si harimau. Anehnya Mala tak bisa bergerak sama sekali, padahal dia ingin sekali berlari. Ketika lelaki itu semakin mendekat dan hanya berjarak beberapa meter, tiba-tiba Mala terbangun dari mimpinya.

Sejak itulah dia ingin sekali mendatangi hutan di sebelah barat kampungnya itu. Dia yakin pasti mimpi itu mengisyaratkan sesuatu padanya. Mala berpikir, lelaki itu menginginkan Mala menemuinya di hutan. Akhirnya tanpa sepengetahuan ibunya, diam-diam Mala pergi ke hutan itu. Meski ada sedikit rasa takut dalam hatinya, tetapi rasa penasarannya jauh lebih besar. Mala berjalan sendiri di tengah kelebatan hutan itu. Tidak ada yang dia temui selain pohon-pohon besar, semak belukar dan bebunyian hewan-hewan liar. Semua itu makin membuatnya ketakutan hingga ingin kembali saja.

Namun ketika dia hendak kembali, tiba-tiba dia lupa jalan pulang. Mala kebingungan mengingat jalan yang sebelumnya ia lalui. Di tengah kebingunannya, dalam kegelapan hutan Mala melihat dua cahaya terang menghadap ke arahnya. Ketika cahaya itu mendekati dirinya dia pun menyadari bahwa cahaya itu adalah pancaran mata seekor harimau.

Harimau itu terus mendekati Mala. Mala hanya diam mematung. Harimau itu! Harimau itu mirip dengan harimau dalam mimpku, ucap Mala dalam hati. Lalu kemana lelaki yang memakai jubah hitam itu? Seharusnya dia berjalan di samping hewan buas itu. Tetapi lelaki itu tidak ada. Melainkan hanya seekor harimau yang semakin lama semakin mendekati Mala.

Sejak saat itu Mala tidak pernah kembali ke rumahnya. Tidak ada yang tahu ke mana Mala pergi. Tapi Mak Romlah yakin bahwa Mala sudah mengikuti kata mimpinya. Ia pergi ke hutan dan bertemu harimau itu.

“Nah, itulah kenapa kau tidak boleh pergi ke hutan itu, sayang.” ucap ibu Kiki seusai bercerita. “Maka dari itu kamu harus menuruti nasihat ibu. Ibu tidak ingin kamu pergi. Kau juga tidak ingin meninggalkan ibu sendirian kan?”

Kiki tidak akan meninggalkan ibunya sendirian. Kiki berpikir, jika dia pergi siapa yang akan menjaga ibunya? Ayahnya? Ah, Kiki sendiri tak pernah tahu di mana ayahnya. Bahkan wajahnya pun tidak. Tidak ada yang ibunya miliki selain dirinya. Kiki tidak akan membiarkan ibunya mengalami nasib seperti halnya Mak Romlah.

Maka dari itu, sebagai jawabannya Kiki mengangguk mantap pada ibunya.

***

Pada suatu petang, berbulan-bulan kemudian, Ningsih menangis meraung-raung di depan rumahnya. Sejak pergi bermain siang tadi, Kiki belum juga kembali. Ketika ia bertanya pada teman-teman Kiki, mereka berkata bahwa Kiki pergi masuk ke dalam hutan di sebelah barat desa. Kiki pergi hutan itu sendirian. Kiki berkata bahwa ia ingin menemui seorang lelaki yang ada dalam mimpinya.

Ningsih tak tahan mendengar cerita itu. Seperti dugaannya bahwa Kiki juga pasti mengalami mimpi yang sama dengan Mala. Maka dari itu, dia berusaha mencegah Kiki dengan melarangnya pergi ke hutan, serta menceritakan kisah Mala dan Mak Romlah. Sebab dia takut Kiki akan mengikuti mimpi itu. Dan ternyata benar Kiki pergi ke hutan untuk mengikuti apa kata mimpi itu.

Ningsih pun menangis memanggil-manggil nama anaknya. Dalam tangisnya ia menyesal. Seharusnya dia juga menceritakan alasan kenapa Mala bisa mengalami mimpi itu lalu bertemu harimau di hutan dan tak pernah kembali.

“Mala itu anak jadah, sayang. Sama sepertimu. Seharusnya kau tak ke hutan.,” kata Mala dalam tangisnya. “Anak jadah tak boleh pergi ke hutan.”

Situbondo, Juli 2016
[Cerpen] Jangan Pergi Ke Hutan (Radar Mojokerto, 17 September 2017) [Cerpen] Jangan Pergi Ke Hutan (Radar Mojokerto, 17 September 2017) Reviewed by TIDAKTAMPAN on September 17, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.