Saya sudah lama memperoleh buku ini, tetapi belum sempat saya baca. Bukan karena tidak ada waktu, melainkan saya memilih buku yang lain untuk saya baca terlebih dahulu. Rasanya saya sedikit menyesal karena baru membacanya baru-baru ini mengingat kesan yang saya dapatkan setelah menamatkannya.
Sebelumnya,
saya belum pernah membaca karya Haruki Murakami. Ini adalah karya pertamanya
yang saya baca. Saya agak sedikit was-was setiap kali membaca karya seseorang
untuk pertama kalinya. Karena bagi saya
ini akan menentukan untuk membaca karya-karyanya yang lain. Tapi beruntunglah,
karya Haruki Murakami yang satu ini tak membuat saya kecewa.
Segalanya
dimulai ketika pesawat yang dinaiki Toru Watanabe, tokoh utama dalam novel ini,
baru saja melandas di bandara Hamburg, Jerman. Lagu yang diputar dalam pesawat yang
baru mendarat itu adalah Norwegian Wood dari The Beatles. Lagu yang membawa
ingatan Watanabe pada masa lalunya di Jepang. Masa lalunya yang suram namun
penuh kenangan.
Jepang,
tahun 1960.
Watanabe
adalah pemuda berusia 18 tahun saat itu. Ia berasal dari daerah Kobe. Watanabe
seorang yang pendiam, introvert, dan tak memiliki banyak teman. Temannnya – atau mungkin lebih tepat dibilang
sahabatnya barangkali hanya Kizuki dan Naoko. Kizuki dan Naoko sendiri adalah
sepasang kekasih. Karena hubungan mereka yang sangat erat, ketika salah satu di
antara mereka pergi, maka tertinggal satu lubang besar yang hitam dalam hidup
mereka. Ya, dikisahkan Kizuki meninggal dengan cara yang tiba-tiba dan itu
terus menghantui perasaan Watanabe dan Naoko.
Untuk
menghapus tekanan karena kepergian Kizuki, Watanabe pergi melanjutkan kuliah
selepas SMA ke Tokyo. Tanpa diduga, Watanabe dan Naoko kembali bertemu di
Tokyo. Mereka pun makin sering bersama. Baginya, Naoko menjadi penghubung
dirinya dengan Kizuki.
Sampai
suatu hari, di hari ulang tahun Naoko, mereka melakukan hubungan seks. Itu
adalah hubungan seks pertama bagi Naoko. Sebelumya Naoko tak pernah
melakukannya bahkan dengan Kizuki. Namun, setelah kejadian itu, Naoko mengabari
Watanabe bahwa dirinya harus pergi selama beberapa waktu. Watanabe merasa
bersalah atas kepergian Naoko dan merasa dirinya telah menyakiti Naoko.
Hubungan keduanya lantas menjadi suram.
Dalam
kegalauan selepas kepergian Naoko, datanglah tokoh Nagasawa ke dalam hidup
Watanabe dan sedikit banyak memengaruhi
Watanabe untuk meniduri
banyak perempuan demi
melampiaskan kekosongan hatinya. Sampai
suatu hari datanglah tokoh lain, Midori, gadis yang aktif dan periang. Gadis
yang sifatnya sangat berlawanan dengan Naoko. Midori sangat terbuka termasuk
urusan seks bahkan imajinasinya tentang seks bisa dibilang 'liar'. Berbeda
dengan Naoko yang tenang, pemalu, dan penuh rahasia. Midori tertarik pada
Watanabe meskipun ia sendiri telah memiliki kekasih. Watanabe pun terjebak di
antara Naoko dan Midori.
Semula
saya merasa alur cerita dalam novel ini monoton, tetapi lama kelamaan saya bisa
menikmatinya. Murakami memang meramu
tempo ceritanya menjadi pelan tapi mengalir begitu lembut. Karena alur cerita
yang begitu lembut inilah yang membuat saya turut hanyut dalam kisah Watanabe. Saya
menikmati cara Murakami menceritkan kisah Watanabe tanpa bisa ditebak ke mana
arah ceritanya. Murakami juga mampu menceritakan secara detil bagaimana
perasaan tokoh-tokohnya yang memiliki karakter yang unik.
Meski
novel ini berkisah tentang dunia remaja, tapi banyak sekali adegan dewasa yang
diceritakan secara gamblang dalam novel ini. Murakami begitu jelas dan nyata
menggambarkan setiap adegan seks yang ada. Mungkin bagi yang tidak terbiasa
tidak akan terlalu suka.
Jika
dibuat kesimpulan dari novel ini, Murakami barangkali ingin menyampaikan
kesedihan dan kesepian yang dialami Watanabe; bagaimana ia ditinggalkan orang
terdekatnya dan susahnya mendapatkan kebahagiaan. Itu yang menjadikan novel ini
tampak suram.
Dari waktu ke waktu, Watanabe selalu dipertemukan dengan kesedihan, kesendirian, dan kesepian. Itu tergambar dari
tokoh-tokoh yang masuk dalam dunianya. Nyaris seluruh tokoh yang ada dalam
hidupnya memiliki kisah yang pahit dan kelam, diantaranya punya masalah
kejiwaan.
Bagian
akhir dari novel ini agak sedikit mengecewakan bagi saya. Saya yang sudah
menerka (seharusnya ini tidak saya lakukan!) bahwa akhirnya akan begini, tetapi
dugaan saya salah. Murakami membiarkan akhir kisah ini menggantung. Mungkin ia
ingin meninggalkan perasaan yang mendalam bagi para pembacanya. Setidaknya itu
yang saya rasakan.
Ini
adalah kutipan yang saya suka dari buku ini:
“Tidak
ada orang yang suka kesendirian. Hanya saja aku tidak memaksakan diri mendapat
teman. Kalau memaksakan diri yang didapat hanya kekecewaan,”
Buku
ini saya rekomendasikan untuk dibaca. Oh ya, buku ini ternyata sudah difilmkan.
Lain waktu saya akan menonton filmnya.
Selamat
membaca.
[Review] Norwegian Wood: Menikmati Dunia yang Suram Dalam Alur Cerita Yang Lembut
Reviewed by TIDAKTAMPAN
on
Maret 26, 2020
Rating:
Tidak ada komentar: